Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Orang yang menderita penyakit yang membuatnya sangat berat berpuasa atau dapat tertunda kesembuhannya jika berpuasa, dibolehkan tidak berpuasa, berdasarkan firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Maka barang siapa di antara kalian menderita sakit atau sedang berada dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." [QS. Al-Baqarah: 184]
Apabila ia berpuasa, kemudian ingin membatalkannya, maka ia boleh membatalkannya dengan makan atau minum. Tapi apakah ia boleh membatalkan puasa dengan jimak? Ada dua pendapat ulama dalam hal ini, dan keduanya merupakan dua riwayat pendapat dari Imam Ahmad. Yang paling benar adalah bahwa ia boleh membatalkan puasanya dengan jimak, dan tidak ada kewajiban kafarat baginya.
Dijelaskan dalam kitab Asy-Syarh Al-Kabîr: "Pendapat kedua: Tidak ada kafarat baginya. Pendapat inilah yang dipilih oleh syaikh kami, dan inilah yang benar. Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Asy-Syafi`i. Karena puasa tersebut adalah puasa yang tidak wajib diteruskan sampai selesai (lantaran sakit), sehingga tidak ada kewajiban kafarat (jika pelakunya membatalkannya) dengan jimak, seperti halnya puasa sunnah. Jika ia sakit sehingga dibolehkan berbuka, maka ia sama seperti orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), karena ia diqiyaskan dengannya." Maksudnya, ia dibolehkan membatalkan puasa dengan jimak, seperti halnya seorang musafir.
Jika ia melakukan salah satu di antara hal-hal yang membatalkan puasa, maka puasanya menjadi batal, dan ia harus meng-qadhâ'-nya jika penyakitnya masih ada harapan sembuh. Jika penyakitnya tidak memiliki harapan sembuh, ia harus membayar fidyah, yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa, dan kewajiban qadhâ' menjadi gugur darinya. Adapun jika penyakitnya ringan, sehingga ia tidak merasa berat berpuasa, dan puasa juga tidak menunda kesembuhannya serta tidak membahayakan dirinya, maka ia tidak dibolehkan berbuka dengan jimak. Jika ia melakukan itu, ia wajib membayar kafarat.